Perayaan Paskah Menurut Islam

0
Perayaan Paskah Menurut Islam - Arti paskah menurut islam tentunya tak lepas dari sejarah paskah dalam islam itu sendiri. Sebagian orang menganggap kebohongan paskah adalah nyata mengingat perbedaan pendapat terutama paskah dalam Alquran.
Perayaan Paskah Menurut Islam
Perayaan Paskah Menurut Islam

Kontroversi Penyaliban Yesus/Nabi Isa Yang Terus Berubah

0
Kontroversi Penyaliban Yesus/Nabi Isa Yang Terus Berubah - Sejarah Nabi Isa/Yesus terkait kisah penyaliban Yesus menurut kristen, yahudi maupun Islam memiliki cerita yang berbeda-beda dan terus berubah-ubah sepanjang jaman. Ada banyak teori untuk mengungkap apakah penyaliban Yesus itu fakta atau fiksi. Sehingga menimbulkan banyak versi mulai dari kronologi penyaliban Yesus dalam Alquran, dalam kitab perjanjian lama atapun baru.
Kontroversi Penyaliban Yesus/Nabi Isa Yang Terus Berubah
(Kontroversi Penyaliban Yesus/Nabi Isa Yang Terus Berubah)

Ini Beda Islam Damai dan Islam Teroris

0
Ini Beda Islam Damai dan Islam Teroris - Wajah Islam yang damai telah tercoreng oleh munculnya tindakan-tindakan ekstremisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris atau individu ekstrimis. Sebuat saja fenomena ISIS dan peristiwa Charlie Hebdo yang sekarang mencuat. Mengapa mencoreng, karena mereka tidak ada hubungannya dengan ajaran Islam dan contoh Nabi Muhammad saw. Bagaimana kita mengatakan bahwa teroris tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam? Untuk menjawab itu adalah dengan membandingkan antara tindakan mereka dengan bagaimana sebenarnya Islam mengajarkannya.

Tulisan dibawah ini akan membuka wawasan kita semua dan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Tulisan ini dikutip dari pidato Hadrat Mirza Masroor Ahmad, dalam kesempatan seminar perdamaian yang diselenggarakan di London.

Perbedaan Islam yang Damai dan Kelompok Muslim Teroris

Ini Beda Islam Damai dan Islam Teroris
(Ini Beda Islam Damai dan Islam Teroris)
Kenyataan bahwa semua tindakan tersebut dilakukan dengan mengatasnamakan Islam benar-benar menyedihkan dan menyakitkan bagi semua umat Islam yang cinta damai karena ideologi barbar dan tidak manusiawi seperti itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama apapun. Sebaliknya ajaran Islam yang sejati adalah perdamaian dan keamanan bagi semua orang. Jika kita melihat di dalam Al-Qur'an dan juga teladan akhlak Rasulullah saw, sangat jelas bahwa umat Islam awal tidak pernah memulai setiap peperangan atau kekerasan. Jika umat Islam terlibat dalam peperangan maka itu murni bersifat defensif dan tujuan mereka hanya untuk menghentikan para penindas dari kekejaman. Mereka tidak pernah memaksakan superioritas mereka atau bertindak tidak adil. Mereka tidak pernah berupaya untuk menguasai daerah jajahan atau negara dan menundukkan para penduduknya.

Kehidupan Nabi Muhammad saw menjadi saksi bahwa selama bertahun-tahun awal kenabian beliau, di tempat kelahirannya di Mekkah, beliau menyebarkan ajaran Islam hanya dengan cara cinta dan kasih sayang. Namun orang-orang Mekkah justru menolaknya bahkan memperlakukan beliau dengan cara yang sangat kejam dan tanpa ampun. Beliau dan para para pengikutnya dianiaya secara brutal sampai akhirnya melalui perintah Ilahi, Nabi saw harus berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Namun, setelah Hijrah, orang-orang Mekkah tidak membiarkan umat Islam begitu saja, melainkan mereka berangkat dengan persenjataan lengkap dan mengobarkan perang melawan Islam. Saat itulah untuk pertama kalinya, atas dasar perintah Allah, umat Islam diberi izin untuk berjuang membela diri.

Alasan diizinkannya Perang

Alasan diberikannya izin secara jelas dinyatakan dalam surah 22:40-41 dimana Allah mengatakan bahwa izin untuk perang defensif diberikan karena jika umat Islam tidak membela diri, maka kedamaian seluruh dunia akan terancam. Para penentang tidak hanya ingin menghilangkan Islam, tetapi sebenarnya ingin menghilangkan segala bentuk agama di dunia. Oleh karena itu, Al-Qur'an menyatakan bahwa jika izin tidak diberikan maka tidak akan ada gereja, sinagog, kuil, masjid dan tempat ibadah lainnya yang akan aman. Oleh karena itu, umat Islam diizinkan untuk melawan yang bukan saja untuk menyelamatkan Islam tetapi juga untuk menyelamatkan agama itu sendiri, seperti tersebut dalam ayat diatas.

Dalam penjelasan ini, Kalian akan dapat memahami sendiri betapa kelirunya umat Islam sekarang yang mengklaim bahwa mereka diizinkan untuk membunuh non-Muslim; merebut wilayah kekuasaan dan memperbudak mereka. Sebaliknya Islam adalah agama yang menjamin hak-hak setiap individu untuk hidup dengan kebebasan dan kemerdekaan. Dan Islam adalah agama yang menjamin hak setiap individu untuk hidup dengan damai dan rukun, terlepas dari iman dan latar belakang mereka.

Rasulullah saw, Contoh dalam Membangun Masyarakat yang Bersatu dan Damai
Saya telah sebutkan sebelumnya, bagaimana Nabi saw berhijrah ke Madinah bersama para pengikutnya dan cara dimana umat Islam melebur dengan masyarakat lokal adalah contoh yang sempurna bagaimana berhijrah dan berintegrasi ke dalam lingkungan masyarakat baru.
Sebelum umat Islam tiba ada dua kelompok utama yang tinggal di kota Madinah - orang-orang Yahudi dan orang Arab. Setelah kedatangan Islam kelompoknya menjadi tiga yaitu umat Islam, orang-orang Yahudi dan orang Arab non-Muslim. Nabi saw segera menyatakan bahwa penting bagi mereka untuk hidup damai dan rukun sehingga beliau mengusulkan perjanjian damai diantara mereka. Menurut ketentuan perjanjian ini masing-masing kelompok dan masing-masing suku diberikan hak-hak mereka. Kehidupan dan kekayaan semua pihak dijamin dan setiap kebiasaan yang sudah ada diantara suku-suku juga harus dihormati. Hal ini juga disepakati bahwa jika ada seseorang datang dari Mekkah dengan tujuan untuk menimbulkan kerugian atau kerusakan ia tidak akan diberikan perlindungan oleh siapapun di Madinah dan juga tidak akan dilibatkan dalam pakta perjanjian apapun dengan mereka. Selanjutnya jika musuh bersama menyerang Madinah maka ketiga kelompok akan bergabung bersama-sama dan mempertahankan kota sebagai kesatuan, meskipun juga ditetapkan bahwa non-Muslim tidak akan dipaksa berjuang bersama kaum Muslim jika belakangan pernah diserang atau diperangi di luar madinah.

Selain itu perjanjian orang-orang Yahudi dengan kelompok lain akan dihormati oleh umat Islam. Orang-orang yahudi akan hidup dengan agama mereka dan Muslim akan tinggal dengan agama mereka.

Dalam ketentuan yang diterima oleh ketiga kelompok tersebut, disepakati juga Nabi Muhammad saw sebagai Kepala Negara. Meskipun demikian, seperti yang saya katakan sebelumnya, orang-orang Yahudi tidak akan terikat oleh Syariah tetapi akan terikat hanya dengan hukum dan adat istiadat Yahudi. Ini adalah contoh sempurna dari toleransi dan saling menghormati dari Nabi Muhammad saw, tetapi pada saat ini ISIS telah mengklaim bahwa Hukum Syariah harus ditegakkan pada setiap orang, tidak peduli agama atau latar belakang mereka.

Pada saat itu, Nabi Muhammad saw juga menegakkan hak-hak kaum wanita dalam perjanjian itu. Telah ditetapkan dengan jelas bahwa tidak boleh ada wanita diambil paksa dari rumahnya atau menentang kehendaknya. Dengan demikian, bagaimana dapat dibenarkan bahwa ISIS mengklaim bahwa wanita non-Muslim dapat dianggap sebagai harta dan barang bergerak mereka? Menurut perjanjian, tidak seorangpun boleh dipaksa untuk menerima Islam, sebaliknya dengan tegas dinyatakan bahwa orang-orang Yahudi dan non-Muslim di Madinah, akan diperlakukan dengan cinta dan kasih sayang dan dianggap sebagai saudara oleh umat Islam. Jadi inilah adalah ringkasan dari perjanjian yang yang saling mengikat masyarakat Madinah setelah kedatangan kaum Muslimin.

Sejarah telah mencatat bahwa umat Islam mentaati perjanjian itu dan jikapun ada pelanggaran itu dilakukan oleh pihak lain. Sebagai pemimpin yang diakui di Madinah, kadang-kadang Nabi Muhammad saw harus berurusan dengan para individu atau kelompok yang melanggar perjanjian atau terlibat dalam pelanggaran. Tetapi beberapa teguran diberikan secara wajar, sesuai dengan ketentuan perjanjian, dan bukan sikap tidak adil. Dengan demikian ini adalah manifestasi pemerintahan di dalam Islam, yang pondasinya telah diletakkan oleh Nabi Muhammad saw, kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah Rasyidah dan sepanjang abad pertama Islam.

Dan hari ini, jika ISIS atau pemerintahan Islam manapun bertindak melawan prinsip-prinsip keadilan sejati dan persamaan tersebut, maka mereka tidak lain hanya untuk memenuhi kepentingan peribadi atau kepentingan politik mereka sendiri. Kalaupun mereka mengaku bertindak atas nama Islam, tetapi tindakan mereka itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam atau ajaran Nabi Muhammad saw.

Jika kita melihat sejarah Arab sebelum munculnya Nabi Muhammad saw, mereka adalah masyarakat dimana setiap suku berusaha untuk menegaskan hak-hak mereka melalui perang dan pertumpahan darah. Namun, dalam masyarakat yang sama, Nabi Muhamamd saw membawa sebuah revolusi dimana beliau mendirikan sebuah sistem peradilan yang tepat dimana masing-masing kelompok diperlakukan sesuai dengan tradisi atau keyakinan agama masing-masing. Jika seseorang mempelajari sejarah Islam awal dengan cara yang adil dan tidak bias, maka ia akan melihat bahwa selama era awal Nabi Muhammad saw dan para Khalifah Rasyidah, sikap umat Islam adalah sempurna.

Penyebaran Islam Dilakukan Dengan Damai

Tidak pernah mereka menjadi agresor dalam peperangan manapun dan mereka juga tidak pernah berupaya untuk menaklukkan suatu wilayah. Dimanapun mereka berupaya untuk menyebarkan ajaran Islam mereka melakukannya hanya dengan cara penyebaran yang damai. Misalnya, Islam menyebar ke Cina dan India Selatan, tidak ada di dalam sejarah manapun dinyatakan bahwa tentara Muslim pernah menyerang negara-negara tersebut; sebaliknya, Islam menyebar ke negara-negara tersebut dan bangsa lain melalui cara yang damai. Pada periode selanjutnya, beberapa Raja-Raja Islam memulai peperangan untuk berbagai alasan, tetapi mereka sendiri tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena dalam perangpun para penduduk yang ditangkap tidak pernah dipaksa untuk masuk Islam. Tentu saja, Al-Qur'an menolak peperangan yang demikian, Islam hanya mengajarkan propogasi damai.

Seperti yang telah saya katakan, manakala Allah memberikan izin untuk perang agama yang bersifat defensif, itu diberikan hanya sebagai sarana untuk melindungi semua agama dan bukan hanya Islam. Dalam banyak ayat berbeda di dalam Al-Qur'an, Allah taala telah menetapkan prinsip-prinsip peperangan. Misalnya, dalam Surah 2:191, Allah telah menetapkan prinsip perang defensif dimana Dia berfirman bahwa perang hanya dilakukan kepada mereka yang memulai perang melawan kalian dan jangan melampaui batas atau bertindak kejam, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Satu lagi, dalam Surah 16:127 Allah taala memerintahkan umat Islam supaya tidak melampaui batas dalam peperangan. Allah berfirman bahwa hukuman dilakukan harus proporsional dengan kerugian yang mereka alami.

Dalam Surah 8:62, Allah taala menjelaskan bahwa jika para penindas tersebut cenderung kepada perdamaian dan menyodorkan rekonsiliasi maka umat Islam harus menyambutnya dan tidak mempertanyakan apakah mereka tulus atau tidak.

Selanjutnya dalam Surath 9: 4, Al-Qur'an menyatakan bahwa umat Islam harus mematuhi setiap perjanjian atau pakta yang dibentuk kepada orang-orang musyrik jika mereka tidak bertindak agresif dan terus menjaga persyaratan perjanjian dari sisi mereka. Allah berfirman bahwa ini adalah syarat kebenaran dan Allah mencintai orang-orang yang benar.

Dalam Surah 5:9 Allah memerintahkan umat Islam untuk selalu bertindak jujur dan adil, bahkan dalam keadaan perang. Allah berfirman bahwa permusuhan suatu bangsa atau orang lain, jangan menjadikan umat Muslim untuk bertindak tidak adil karena hal itu menentang kebenaran.

Dalam Surah 8: 68, Allah berfirman bahwa tidak layak bagi seorang Nabi untuk mempunyai tawanan diluar kondisi perang karena dengan melakukannya akan menunjukkan bahwa mereka bukan untuk meraih ridha Allah, mereka hanya mengejar dunia atau kekuasaan. Dengan demikian ini membuktikan dengan sangat jelas bahwa di luar perang dilarang untuk memiliki tawanan. Tetapi pada hari ini kita melihat mereka yang menyebut diri mereka islamis secara paksa telah memenjarakan orang-orang yang tak terhitung banyaknya, sementara perempuan yang tak berdaya dijadikan selir.

Di dalam Surah 47:5 Allah taala telah menyatakan bahwa tawanan perang harus dibebaskan setelah peperangan berakhir. Dalam ayat ini, Allah telah menjelaskan bahwa mereka dibebaskan dengan tebusan sejumlah uang, atau lebih baik mereka dibebaskan sebagai bentuk kebaikan dan kemurahan hati. Dengan demikian, ketika perang berakhir tawanan harus dibebaskan dan ini berlaku bagi lak-laki maupun perempuan. Pada masa dulu, perempuan diajak ke medan perang untuk mendukung dan memotivasi para prajurit yang berjuang, sehingga para wanita juga dapat saja ditangkap. Al-Qur'an, bagaimanapun, telah membuat kategori yang jelas bahwa jangan ada perempuan yang diperlakukan dengan kejam atau dilanggar dengan cara apapun.

Mengenai pembayaran uang tebusan untuk membebaskan seorang tawanan, dalam surah 24:34, Al-Qur'an menyatakan bahwa jika seseorang tidak mampu untuk membebaskan seorang tahanan maka yang lain harus mengizinkan angsuran dan membebaskan orang tersebut. Ayat-ayat yang berkaitan dengan membebaskan budak harus dipahami dalam konteks perang selama periode awal. Pada saat itu, orang-orang yang berjuang dalam perang menggunakan biaya pribadi dan membawa sendiri persenjataannya, sehingga mereka diizinkan untuk mengambil uang tebusan untuk membebaskan tahanan mereka. Namun dalam perang saat ini, pemerintahlah yang mendanai semua ekspedisi dan tidak ada biaya pribadi yang dikeluarkan tentara. Dengan demikian, soal bagaimana memperlakukan tawanan perang adalah  urusan pemerintah atau organisasi internasional untuk menentukan dan bukan individu tentara. Program pertukaran tawanan dapat terjadi atau persetujuan lainnya antara negara-negara dapat terjadi pada tingkat pemerintah dalam upaya membawa perdamaian jangka panjang.
Tentu saja, pemenjaraan yang dilakukan secara individual sudah tidak ada lagi, dan siapapun  yang melakukannya sepenuhnya bertentangan dengan Islam.

Di dalam Al-Qur'an, Allah juga menjelaskan bahwa jangan berpandangan iri pada kekayaan orang lain dan ini merupakan prinsip emas bagi perdamaian dunia. Jika salah satu perintah Islam ini diikuti maka tidak akan pernah ada pertanyaan tentang seorang Muslim yang mengambil alih suatu wilayah, teritorial atau kekayaan orang lain. Dalam Surah 10:100 Allah menyatakan bahwa Jika Allah berkehendak, Dia bisa membuat seluruh dunia menerima Islam, namun Allah tidak memaksa manusia dan Dia mengajarkan kepada Nabi saw, bahwa pemaksaan tidak diizinkan untuk menyebarkan pesan Islam, karena agama itu adalah berkaitan dengan urusan hati nurani masing-masing individu.

Oleh karena itu, sangat jelas, dalam keadaan apapun, tidak pernah diizinkan memaksa orang lain untuk menerima Islam dan tentunya tiap agama manapun. Tentu saja, umat Islam telah diminta untuk menyebarkan pesan Islam, hanya itu saja. Dalam Surah 18:30 Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw untuk memberitahukan kepada dunia bahwa kebenaran telah datang dari Tuhan mereka, yang merupakan sarana keberhasilan dan kesejahteraan dan mereka bebas untuk menerima atau menolaknya. Kata-kata ini sangat jelas bagi semua orang untuk melihat dan mendengar. Semua orang bebas untuk percaya atau tidak percaya. Dan ketika Nabi Muhammad saw hanya diizinkan untuk menyampaikan pesan-pesan Islam dan tidak lebih dari itu - maka bagaimana bisa para pemimpin Islam saat ini telah melampaui batas dan berpikir bahwa mereka mempunyai lebih banyak kekuasaan, otoritas dan hak-hak dibandingkan Nabi Muhammad saw?

Jadi saya telah memberikan ringkasan ajaran Islam, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an, yang membuktikan bahwa tindakan kekejaman yang dilakukan oleh kelompok Muslim dan bahkan negara tertentu benar-benar bertentangan dengan Islam.

Sumber:
Perbedaan Islam yang Damai dan Kelompok Muslim Teroris
http://www.alislam.org/egazette/articles/keynote-address-at-the-11th-national-peace-symposium/

Rasulullah SAW Pembebas Kaum Wanita

0
Rasulullah saw Pembebas Kaum Wanita - Berbagai aspek kehidupan Nabi Muhammad Saw. sangatlah sempurna, sehingga siapapun yang memilih untuk menulis mengenai hal tersebut akan tercengang dan sangatlah sulit untuk memilih topik ini. Dengan mempertimbangkan kebutuhan masa kini, bagaimanapun, saya berharap dapat mengangkat sisi kehidupan Nabi Muhammad Saw., mengenai cara beliau membebaskan dunia dari perbudakan yang terang-terangan, yang menjadi kutukan bagi kemanusiaan.  Saya maksudkan disini adalah, perbudakan terhadap wanita.

Sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw., seluruh wanita di seluruh bagian dunia berada dalam posisi sebagai budak dan dianggap sebagai barang yang bisa dimiliki, dan perbudakan terhadap mereka menjadi bumerang bahkan terhadap laki-laki, dalam hal anak laki-laki dari seorang budak perempuan tidak memiliki spirit kebebasan yang sama.

Tidak ada keraguan, wanita, baik karena kecantikannya ataupun karakternya yang berkilau, mampu, dalam kasus2 perorangan, mendominasi laki-laki, namun kebebasan yang diperoleh tersebut tidak dapat diartikan sebagai kebebasan sebenarnya, untuk alasan sederhana bahwa wanita tidak memiliki hak terhadap kebebasan.  Ini hanya merupakan pengecualian dari aturan yang berlaku umum, dan kebebasan yang sesungguhnya luarbiasa, sulit untuk dapat menjadi budaya dari aspirasi yang sesungguhnya.
Rasulullah SAW Pembebas Kaum Wanita
(Rasulullah SAW Pembebas Kaum Wanita)
Rasulullah Saw., datang sekitar 1.350 tahun lalu (ketika tulisan ini dibuat. terj).  Sebelum itu, tidak ada agama ataupun negara yang memberikan kebebasan kepada wanita sebagai sebuah hak.  Tentu saja, di negara2 dimana tidak ada hukum yang berlaku, wanita bebas dari segala ketidakberdayaan.  Namun, tetap saja kebebasan semacam inipun tidak dapat dikatakan sebagai kebebasan sejati.  Lebih dapat diartikan sebagai ijin.  Kebebasan sejati adalah yang muncul dari peradaban dan sesuai dengan hukum.  Kebebasan yang kita dapatkan pada saat kita melanggar hukum bukanlah kebebasan sama sekali, karena kebebasan semacam ini tidak menghasilkan kekuatan karakter.

II

Pada masa Rasulullah Saw., dan sebelumnya, wanita ditempatkan pada kondisi dimana dia bukan pemilik dari harta yang ia miliki, suaminya dianggap sebagai pemilik harta istrinya.  Wanita tidak memiliki bagian dari harta ayahnya.  Dia juga tidak dapat mewarisi harta dari suaminya, walaupun dalam beberapa kasus, dia dapat mengelola harta tersebut selama suaminya masih hidup.  Pada saat telah menikah, seorang wanita dianggap sebagai harta suaminya, tidak dimungkinkan untuk berpisah darinya, atau sebagai alternatif, suaminya memiliki hak untuk menceraikannya namun wanita tidak diberi hak untuk memisahkan diri dari suaminya, bagaimanapun sulitnya masalah yang ia hadapi.

Apabila suaminya meninggalkannya, mengabaikan kewajibannya terhadapnya, ataupun melarikan diri dari istrinya, tidak ada hukum yang melindungi wanita.  Menjadi kewajiban bagi wanita untuk menerima konsekuensinya, bekerja untuk menghidupi diri dan anak-anaknya.  Sang suami, memiliki hak, ini diluar masalah tempramen yang tinggi, untuk memukul istrinya, dan istrinya bahkan tidak boleh meninggikan suara untuk melawan hal tersebut.  Apabila suami meninggal, istri, di beberapa negara, diberikan kepada kerabat suami, yang dapat menikahinya, atau kepada siapapun yang mereka inginkan, baik sebagai sumbangan ataupun balas jasa dari keuntungan yang diterima.  Di beberapa tempat, dilain pihak, wanita lebih dianggap sebagai properti suaminya.  Beberapa suami akan menjual istrinya apabila mereka kalah berjudi, dan pada saat mereka melakukan itu, mereka menganggap hal tersebut adalah merupakan hak suami.

Seorang wanita tidak memiliki hak terhadap anak-nya baik dalam posisinya sebagai seorang istri, ataupun dalam posisi dia tidak tergantung pada suaminya.  Dalam urusan rumah tangga ia tidak memiliki hak istimewa.  Bahkan dalam agama dia tidak memiliki status.  Dalam ikatan sipiritual-pun wanita tidak memiliki bagian.  Sebagai konsekuensinya, para suami terbiasa menghamburkan harta istri-istri mereka dan meninggalkan mereka tanpa memberikan sedikitpun untuk keperluan istrinya.  Si Istri, tidak dapat, walaupun itu harta mereka sendiri, memberikan sebagai sumbangan atau untuk menolong kerabatnya, tanpa persetujuan suaminya, dan suami yang serakah tidak akan memberikan ijin untuk hal tersebut.

Mengenai harta milik orangtua seorang wanita, dimana ada ikatan kasih sayang yang dalam, wanitapun tidak memiliki bagian.  Dan anak-anak perempuan memiliki hak yang sama atas orangtuanya sebagaimana anak laki-laki.  Orangtua yang memiliki rasa keadilan, selama hidupnya akan memberikan sebagian hartanya kepada anak-anak perempuan mereka, dan menyisakan hanya untuk nafkah keluarga mereka.  Hal ini tidak berlaku untuk anak laki-laki, karena setelah kematian orangtua, mereka akan mewarisi seluruh harta (dan karenanya seharusnya tidak boleh berkeberatan apabila saudara perempuan mereka menerima pemberian dari orangtua mereka); yang menjadi pertimbangan mereka  adalah, saudara perempuan mereka pada saat itu memiliki lebih banyak dari mereka.
Mengenai harta suaminya, dimana seorang istri memiliki hubungan yang total, wanita juga tidak memiliki hak.  Kerabat jauh dari suami dapat meminta bagian, namun tidak seorang istri. Seorang istri, sebenarnya, adalah orang yang menjaga harga diri suami, seorang pasangan hidup, yang pengabdian dan kasih sayangnya tentunya sangat berkontribusi terhadap pendapatan seorang suami.  Disisi lain, disaat seorang istri mengelola harta suaminya, dia tidak memiliki hak dan bagian sedikitpun dari harta tersebut.  Bila seorang istri dapat membelanjakan pendapatan dari harta tersebut, ia tetap tidak boleh mengatur bagiannya.  Dalam hal untuk sedekah, karenanya, ia tidak diperbolehkan untuk menentukan sesuai keinginannya.

Apabila suami berlaku kejam terhadap istrinya, ia tidak dapat berpisah dari suaminya.  Pada masyarakat dimana perpisahan dimungkinkan, adalah pada kondisi dimana wanita yang menghargai diri sendiri memilih kematian sebagai cara perpisahan. Sebagai contoh, sebuah perpisahan harus memberikan bukti kesalahan dari salah satu pihak, termasuk juga bukti perlakuan buruk dari suami.  Lebih buruk lagi, pada kasus-kasus demikian, dimana pihak istri sudah tidak mungkin lagi hidup dengan suaminya, ia tetap tidak dapat berpisah dari suaminya, namun ia hanya diijinkan untuk tinggal terpisah, yang merupakan salah satu bentuk penyiksaan juga, karena dengan demikian ia dipaksa untuk menjalani kehidupan yang kosong dan tidak memiliki tujuan.

Pada beberapa kasus terjadi dimana suami dapat menceraikan istrinya kapanpun ia suka, sementara seorang istri tidak dimungkinkan untuk meminta cerai.  Apabila seorang suami meninggalkan istri, atau meninggalkan negaranya tanpa memberi tunjangan, istri wajib untuk tetap menjalani kehidupan tanpa hak untuk mengabdikan dirinya pada negara atau masyarakat.  Kehidupan perkawinan, alih-alih memberikan suatu kebahagian, malah menjadi kehidupan yang penuh penderitaan untuk seorang istri.  Kewajiban istri tidak hanya melaksanakan kewajiban suami dan dirinya namun ia juga wajib untuk menunggu suaminya.  Kewajiban suami, sebutlah untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga menjadi tanggung jawab istri, belum lagi kewajibannya sendiri untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya.  Beban mental disatu sisi, dan kewajiban menyediakan materi di sisi lain.

Semuanya ini, singkat kata, ditoleransi dalam kasus yang melibatkan mahluk malang dan tidak dilindungi ini.  Wanita dipukuli, dan dianggap sebagai properti suami.  Ketika suami meninggal, jandanya dipaksa untuk menikah dengan kerabat suaminya atau dijual untuk mendapatkan uang.  Kenyataanya, para suami sendiri juga menjual istrinya. Pangeran bangsa India seperti Panawas kehilangan istri mereka di meja judi dan untuk melawan hukum kepemilikan tanah, seorang Puteri terhormat seperti Drupadi, tidak dapat sedikitpun bersuara.

Dalam hal pendidikan anak-anak, para ibu tidak diajak diskusi dan mereka tidak memiliki hak terhadap anak-anak mereka.  Apabila ayah dan ibu berpisah, anak-anak diserahkan kepada ayah.  Wanita tidak memiliki hak apapun terhadap rumah tangga.  Kapanpun suami menghendaki, ia dapat melempar istrinya dari rumah dan hingga mesti terlunta-lunta tanpa tempat berteduh.

III

Kedatangan Rasulullah Saw. menghapuskan seluruh kebiadaban ini dengan satu sapuan.  Beliau menyatakan bahwa Tuhan telah mempercayakan kepadanya tugas untuk menjaga hak-hak wanita.

Beliau menyatakan dengan nama Allah bahwa sebagai manusia pria dan wanita adalah sama, dan pada saat mereka hidup bersama, sebagaimana laki-laki memiliki hak-hak tertentu terhadap wanita, demikian pula sebaliknya, wanita memiliki hak-hak tertentu terhadap laki-laki. Wanita dapat memiliki hak terhadap hartanya sebagaimana laki-laki.  Seorang suami tidak memiliki hak untuk menggunakan harta istrinya, selama si istri, dengan kehendaknya sendiri, tidak memberi ijin.  Untuk mengambil paksa hak miliknya ataupun dimana wanita malu untuk menunjukkan penolakannya, adalah salah.  Apapun yang diberikan oleh suami dengan ikhlas, akan menjadi hak istri dan suami tidak boleh mengambilnya lagi.  Ia juga berhak mewarisi harta orangtuanya sebagaimana saudara lelakinya.  Namun dengan menimbang bahwa kewajiban menanggung keluarga adalah pada laki-laki, dan wanita dianggap hanya perlu menanggung dirinya sendiri, maka bagiannya adalah separuh dari bagian laki-laki, dari seluruh harta orang tua mereka yang meninggal.

Sama halnya, seorang ibu juga berhak mewarisi harta dari anak laki-lakinya yang meninggal sebagaimana juga ayah anak laki-laki tersebut.  Namun mengingat situasi yang berbeda2 dan tanggungjawab yang ia emban dalam kasus-kasus tertentu, bagiannya bisa sama bisa juga kurang dari bagian ayahnya.  Apabila suaminya meninggal istri berhak mendapat warisan, baik ia memiliki atau tidak memiliki anak, karena ia dianggap tidak tergantung dengan hal lainnya.

Pernikahannya (sudah dianggap lazim) adalah, tanpa ragu lagi, merupakan ikatan suci, dimana, setelah suami istri menikmati keintiman yang paling dalam, sehingga perpisahan suami istri adalah suatu hal yang sangat dibenci.  Namun bagaimanapun, separah apapun perbedaan diantara duabelah pihak, dalam masalah agama, fisik, ekonomi, sosial ataupun mental, mereka haruslah memiliki komitmen kuat untuk mempertahankan keutuhan perkawinan mereka, dan tidak boleh  menghancurkan hidup mereka dan menghancurkan tujuan keberadaan mereka.

Apabila perbedaan ini muncul, dan suami dan istri sepakat bahwa mereka tidak dapat hidup bersama, mereka (telah diajarkan) dapat – dengan persetujuan bersama – mengakhiri kebersamaan.  Namun apabila hanya suami yang memiliki pandangan ini dan istri tidak, dan mereka gagal untuk saling menyesuaikan diri satu sama lain, urusan ini haruslah di bantu oleh dua orang hakam, yang satu mewakili suami dan yang satu mewakili istri.  Apabila hakam ini memutuskan bahwa kedua belah pihak harus berupaya untuk tetap hidup bersama, maka sebaiknya masing-masing pihak berusaha menyelesaikan masalah sesuai dengan rekomendasi hakam.  Apabila kesepakatan tidak dapat dicapai, suami dapat menceraikan istri, namun dalam kasus ini, ia tidak memiliki hak untuk mengambil kembali apapun yang telah ia (sebelum bercerai) berikan kepada istrinya, termasuk seluruh mas kawin (mahar).

Apabila di lain pihak istri yang menginginkan perpisahan dan bukan sang suami, istri harus mengajukan permohonan kepada hakim, dan apabila hakim telah yakin bahwa tidak ada motif buruk dari permohonan tersebut maka hakim dapat memutuskan perpisahan. Hanya pada kasus tertentu saja istri harus mengembalikan kepada suaminya, harta yang telah diberikan kepadanya, termasuk mahar/mas kawin.  Apabila suami gagal untuk memenuhi kewajibannya dalam perkawinan, atau tidak mau berbicara lagi dengan istrinya atau ia meminta istrinya untuk pisah ranjang, ia tidak boleh melebihi batas waktu tertentu.  Dalam waktu empat bulan setelah perlakuan tersebut ia harus menyatakan apakah akan mempertahankan perkawinannya atau menceraikan istrinya.

Apabila suami menghentikan nafkah kepada istrinya atau meninggalkannya, atau tidak lagi mengurus istrinya, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. (Tiga tahun telah ditetapkan sebagai batas meninggalkan istri oleh para hakim muslim). Istri kemudian bebas untuk menikah lagi.

Suami harus bertanggungjawab terhadap pemeliharaan istri dan anak-anaknya.  Ia hanya boleh menerapkan disiplin yang sewajarnya, namun apabila untuk mendisiplinkan ini harus memberikan hukuman, ia harus memiliki saksi yang cukup dan mengungkapkan kesalahan istrinya dan mendasarkan penilaiannya pada bukti-bukti.  Hukuman tersebut tidak boleh meninggalkan cacat yang menetap.

Seorang suami tidak “memiliki” istrinya sebagai properti. Ia tidak boleh menjualnya, atau memaksanya dalam pekerjaan rumah tangga.  Istri berbagi segala hal dalam rumah tangga, dan perlakuan suami terhadap istri akan menunjukkan posisi dimana ia berada.  Sebuah perlakuan yang lebih rendah daripada yang seharusnya dilakukan oleh seorang laki-laki dengan status suami adalah tidak benar.

Pada saat suaminya meninggal, keluarganya tidak memiliki hak terhadap istri.  Istri boleh bebas dan apabila ada kesempatan maka ia memiliki hak untuk menikah lagi. Tidak seorangpun boleh menghalanginya.  Seorang janda juga tidak harus ditempatkan ditempat tertentu.  Ia boleh tinggal di rumah suaminya selama empat bulan sepuluh hari sampai semua hak istri dan hak keluarganya telah selesai diurus.

Setahun setelah kematian suaminya seorang janda, apapun yang terjadi padanya, adalah berhak untuk menggunakan rumah suaminya, sehingga ia dapat menggunakan apa yang tertinggal untuk kebutuhannya dan ia memiliki tempat tinggal.

Apabila suami cekcok dengan istrinya maka suami yang harus meninggalkan rumah, dan tidak boleh meminta istrinya untuk keluar, karena rumah menjadi hak istri.  Dalam hal pengurusan anak-anak, wanita memiliki hak dan kewajibannya.  Ia harus dilibatkan.


Dalam persoalan anak-anaknya, wanita tidak boleh diabaikan dalam hal apapun.  Perihal menyusui, pengasuhan adalah tergantung pada pendapatnya.  Apabila suami dan istri merasa tidak mungkin lagi untuk hidup bersama, dan menginginkan untuk berpisah, maka pengasuhan anak yang masih kecil harus diserahkan kepada sang ibu.  Pada saat anak-anak dewasa, untuk tujuan pendidikan, anak boleh kembali kepada ayahnya.  Selama anak-anak tinggal dengan ibunya, maka pemeliharaan harus disediakan oleh ayah. Ayah juga harus membayar waktu dan upaya yang dikeluarkan si ibu dalam mengurus anak-anaknya.

Singkatnya, wanita memiliki status independen.  Pahala spiritual juga terbuka untuknya. Ia juga dapat mencapai kemuliaan tertinggi dalam kehidupan akhirat, dan dalam kehidupan dunia ia dapat berperan serta dalam berbagai urusan kemasyarakatan.  Dalam hal ini ia memiliki hak untuk diperlakukan sama dengan laki-laki.

IV

Inilah ajaran dari Rasulullah Saw. yang disebarkan pada saat standar perlakuan di seluruh dunia adalah kebalikannya.  Melalui perintahnya, beliau membebaskan wanita dari perbudakan yang telah menjadi satu dengan kehidupan mereka selama ribuan tahun, dimana mereka dipaksa menerimanya di berbagai belahan dunia, belum lagi tekanan dari berbagai agama terhadap wanita.  Seorang laki-laki dalam satu masa, menghapus seluruh rantai perbudakan ini! Membawa kebebasan bagi para ibu, dan beliau pada saat yang sama membebaskan anak-anak dari sentimen perbudakan dan menyemaikan dan memupuk ambisi dan harga diri yang tinggi.

Namun demikian, dunia tidak menghargai nilai ajaran tersebut.  Apa yang dianggap sebagai keuntungan diberi label sebagai tirani. Perceraian dan perpisahan dianggap sebagai masalah, warisan dianggap menghancurkan keluarga, independensi seorang wanita dianggap sebagai penghancuran kehidupan rumah tangga.  Selama seribu tiga ratus tahun, hal tersebut terus dipraktikkan secara membabi buta, padahal apa yang disampaikan Rasulullah adalah untuk kebaikan umat manusia.  Berlanjut dengan hujatan terhadap ajarannya yang menyatakan bahwa ajaran tersebut bertentangan dengan fitrah manusia.  Lalu tiba satu masa dimana kalimat Tuhan (yang disampaikan melalui rasulnya) kemudian menjadi nyata.  Orang-orang yang menganggap dirinya beradab, mulai mematuhi ajaran Rasulullah.  Semua orang, kemudian mulai mengubah aturan mereka untuk menyesuaikan dengan ajaran Rasulullah.

Undang-undang di Inggris, yang mempersyaratkan adanya perlakuan buruk dan sewenang-wenang, dan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada salah satu pihak sebagai syarat perceraian, diubah pada tahun 1923.  Perlakuan buruk sudah cukup memenuhi syarat perceraian pada undang-undang  yang baru.

Selandia Baru memutuskan, pada tahun 1912, bahwa bila seorang istri tidak waras selama tujuh tahun, perkawinannya dapat dibatalkan.  Pada tahun 1925, lebih lanjut diatur bahwa apabila suami atau istri tidak dapat memenuhi kewajiban perkawinan mereka, maka mereka boleh bercerai atau berpisah.  Apabila dalam waktu tiga tahun suami istri tidak memperdulikan satu sama lain, maka cerai dijatuhkan.  Suatu peniruan yang bagus terhadap hukum Islam, tentunya, namun baru dibuat setelah 1.300 tahun penyerangan terhadap ajaran Islam.

Di Negara bagian Australia, Queensland, ketidakwarasan selama lima tahun, dianggap cukup sebagai alasan untuk bercerai.  Di Tasmania, sebuah undang-undang yang diberlakukan pada tahun 1919, yang mengatakan bahwa perlakuan buruk, meninggalkan selama empat tahun, kebiasaan mabuk, dan pengacuhan selama tiga tahun, masuk penjara, pemukulan, ketidak warasan, harus, baik salah satu maupun seluruhnya cukup menjadi alasan untuk bercerai.  Di Victoria, undang-undang yang diberlakukan tahun 1923 menyatakan bahwa apabila seorang suami tidak mengurus istrinya selama tiga tahun, atau berlaku buruk, atau tidak memberi nafkah, menganiaya istrinya, maka perceraian dimungkinkan.  Selanjutnya diatur bahwa apabila masuk penjara, pemukulan, perilaku buruk dari pihak istri, ketidakwarasan, perlakuan sewenang-wenang dan percekcokan terus menerus cukup menjadi alasan untuk perceraian atau perpisahan.

Di bagian barat Australia, selain undang-undang yang mengatur hal tersebut diatas, pernikahan seorang wanita yang dalam keadaan mengandung juga dinyatakan tidak sah atau batal (Islam juga memiliki pandangan yang sama)

Di Kuba, telah diputuskan pada tahun 1918 bahwa perilaku buruk, pemukulan, mencaci maki, berada dalam pemeriksaan polisi, kebiasaan mabuk, kebiasaan berjudi, tidak dapat memenuhi kewajiban, tidak menafkahi, penyakit menular atau kesepakatan bersama, dapat diterima sebagai syarat perceraian atau perpisahan.

Italy menyatakan pada tahun 1919 bahwa wanita harus memilik hak atas hartanya.  Ia dapat memberikannya sebagai sumbangan atau menjualnya apabila ia menghendaki.  (hingga saat ini di Eropa, wanita tidak diakui sebagai pemilik dari hartanya sendiri)

Di Mexico juga, kondisi sebagaimana diatas dianggap cukup sebagai syarat untuk bercerai.  Disamping itu, kesepakatan bersama juga dianggap cukup.  Hukum ini diberlakukan tahun 1917.  Portugal memberlakukan tahun 1915, Norwegia 1909, Swedia 1920, dan Swiss pada tahun 1912 telah memberlakukan undang-undang yang mengijinkan perceraian dan perpisahan. Di Swedia, hukum mengharuskan ayah untuk menunjang kebutuhan hidup anaknya sampai dengan usia delapan belas tahun.

Di Amerika walaupun undang-undang mengharuskan untuk menjaga hak ayah terhadap anaknya, namun pada praktiknya, hakim mulai memperhatikan faktor kelemahan dari pihak ibu, dan sekarang ayah wajib untuk menafkahi anaknya yang tinggal dengan ibunya.  Tentu saja terdapat banyak  kekurangan dalam hukum mereka.  Walaupun hak laki-laki dijaga, namun wanita juga diijinkan untuk memiliki hak terhadap hartanya.  Pada saat bersamaan, di banyak negara bagian, diatur apabila suami mengalami cacat tetap, maka istri harus menunjang kebutuhan hidup suami.

Wanita sekarang memiliki hak untuk memilih, dan jalan telah terbuka dimana mereka dapat memberikan suara terhadap kepentingan nasional.  Namun demikian, semua ini terjadi 1300 tahun setelah Rasulullah Saw. menyebarkan ajarannya.  Banyak hal yang masih menunggu untuk terjadi.  Di beberapa negara, wanita masih tetap tidak memiliki bagian dari warisan orang tua atau suaminya.  Demikian juga dalam beberapa masalah lainnya, Islam terus memberikan pedoman kepada seluruh dunia, walaupun dunia belum mengakui hal tersebut.  Dalam waktu yang tidak lama lagi, bagaimanapun juga, dunia akan menerima tuntunan dari Rasulullah saw mengenai hal ini,  sebagaimana juga mengenai hal lainnya, hal mana Rasulullah telah memulainya atas nama kebebasan bagi wanita akan segera membuahkan hasil.

Terjemah: Damayanti Natalia
Oleh: Hadhrat Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad ra

Kemuliaan Nabi Muhammad Akan Kemanusiaan

0
Kemuliaan Nabi Muhammad Akan Kemanusiaan - Nabi Muhammad SAW sosok pribadi yang agung. Catatan kehidupan beliau, mulai dari kelahirannya sampai beliau wafat telah sampai kepada kita secara komprehensif. Riwayat tentang segala ucapan dan tindakan beliau terpelihara dengan baik sehingga tidak ada sosok lain di dunia ini, yang setiap sisi kehidupanya, setiap aspek karakter dan ajarannya terdokumentasikan dengan baik yang dapat dibandingkan dengan kelengkapan catatan Nabi Muhammad saw. Bahkan hidup beliau sendiri merupakan buku yang terbuka, dimana kepribadian beliau yang suci senantiasa bersinar terang.

Nabi Muhammad saw dilahirkan di Mekkah pada tahun 570 M. Pada saat itu, setiap wilayah di dunia telah tenggelam dalam degradasi moral. Ajaran murni agama Kristen telah semakin memudar. Di India, penyembahan berhala dan ratusan isme semakin berkembang. Diskriminasi rasial yang berdasarkan kasta dan dogma "tak tersentuh" telah merajalela. Situasi ini digambarkan di dalam Al-Qur'an:
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan, di sebabkan perbuatan tangan manusia... (Ar-Rum: 41)
Bahkan bangsa-bangsa beradab telah berada di tangga terendah dari tangga agama, moral dan spiritual. Bahkan pada abad ke-5 dan ke-6, dunia beradab sedang berdiri di tebing kehancuran moral. Masyakat telah tenggelam pada perbuatan-perbuatan kotor, kebodohan, dan keacuhan. Keburukan dari alkolisme, perjudian, penindasan, tirani, kekerasan, kekejaman dan berbagai perbuatan buruk lainnya adalah hal yang biasa pada masa itu. Kepribadian Nabi Muhammad saw secara alami telah dianugerahi dengan keberuntungan. Ketaatan kepada Sang Pencipta dan cahaya kenabian di dalam diri beliau membuat beliau tidak pernah terpengaruh oleh penyakit masyarakat tersebut. Beliau adalah perwujudan dari kesucian, kemurnian akhlak dan kesalehan.

Dalam kondisi masyarakat seperti itu Allah Taala mengutus Nabi Muhammad saw, pada usia 40 tahun, untuk memimpin umat manusia pada tahun 610 M. Saat Nabi Muhammad saw mengangkat suara melawan kemusyrikan dan penyembahan berhala dan mengajak dunia menuju Keesaan Tuhan yang sejati, orang-orang  dari suku beliau, dan bahkan seluruh bangsa Arab menentang beliau dengan keras. Mereka menganiaya Nabi Muhammad saw dan para pengikut beliau, tetapi Nabi Muhammad saw tidak pernah goyah dan tetap berdiri teguh dalam keyakinannya kepada Keesaan Allah. Meskipun menghadapi penderitaan dan penindasaan yang kuat, beliau tetap gigih menyampai pesan Allah. Para pengikut awwalin memberikan semua pengorbanan  untuk mempertahankan keimanan yang baru itu. Mereka siap untuk berpisah dengan orang-orang terdekat dan orang-orang yang mereka sayangi, mereka siap menderita kerugian harta dan benda-benda berharga yang mereka miliki, semata-mata karena keimanan mereka. Mereka diusir dari rumah mereka, tetapi orang-orang itu tidak berhasil mengusir mereka bahkan menggeser sedikit saja keimanan mereka.

Setelah tiga belas tahun penganiayaan akhirnya Nabi Muhammad saw dan para pengikut beliau berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Tetapi musuh Islam tidak membiarkan mereka begitu saja, bahkan mereka ingin menghapuskan Islam dengan kekuatan mereka. Untuk alasan inilah Allah mengizinkan Nabi Muhammad saw untuk membela diri dengan tujuan semata-mata untuk membangun perdamaian dan kebebasan berkeyakinan. Meskipun dengan perlengkapan yang minim dan pasukan yang kecil, Allah taala menganugerahkan kesuksesan kepada mereka. Hal itu semata-mata karena bantuan dan dukungan dari Allah taala kepada Nabi Muhammad saw.

Hanya delapan tahun setelah hijrah dari Mekkah, orang-orang Mekkah tunduk kepada Nabi Muhammad saw. Pada saat itu bisa saja beliau menetapkan balas dendam kepada orang-orang kafir Mekkah atas kebiadaban mereka sebelumnya, karena beliau sekarang telah bertindak sebagai pemenang, tetapi beliau memilih untuk memaafkan mereka semua. Tindakan pengampunan tersebut tiada bandingnya dalam sejarah umat manusia.

Nabi Muhammad saw

Saya akan menuliskan aspek-aspek kehidupan Nabi Muhammad saw, akhlak dan ajaran beliau yang menjadikan beliau sebagai pembawa obor kemanusiaan dan pemersatu bangsa.

Tauhid - Ke-Esa-an Allah yang unik

Untuk menciptakan persatuan dalam pikiran dan tindakan, penting sekali untuk menerima dan menghayati Keesaan Tuhan dengan penuh. Jika kita semua memiliki Pencipta yang satu, Sang Pembimbing, Sang pemelihara dan Pemberi Pertolongan, maka meskipun kita berbeda-beda dalam berbagai keyakinan tertentu, tetapi kita dapat bersatu dalam plaform bersama. Untuk alasan inilah, Nabi Muhammad saw telah meletakkan penekanan pada Keesaan Tuhan dan menyatakan, "Tidak ada yang patut disembah kecuali Allah". "Katakanlah Allah itu Esa dan Tidak memiliki sekutu." Jadi, Nabi Muhammad saw mengundang semua bangsa dunia dalam bahasa Al-Qur'an ini:
Katakanlah, “Hai Ahli-kitab, marilah kepada satu kalimat yang sama di antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali kepada Allah swt., dan tidak pula kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan sebagian yang lain sebagai Tuhan selalin Allah swt... (Ali Imran: 64)
Dengan menerima ajakan ini secara sungguh-sungguh maka hal ini akan menghilangkan perbedaan kita dan saling membenci dan menghina; segala dendam dan dengki akan hilang. Konsep Islam tentang Allah sebagai Robbul 'alamiin (Tuhan semesta alam) yang dibawa dan disebarkan oleh Nabi Muhammad saw kepada dunia, maksudnya adalah Tuhan bukanlah Pemelihara untuk Muslim saja, atau Hindu, Kristen dan Budha, tetapi Pemelihara kita semua, terlepas dari semua afiliasi dan nomenklatur kita. Bahkan orang-orang yang menyangkal keberadaan Tuhan juga mendapatkan manfaat dari sifat-sifat Allah. Konsep kesatuan Tuhan dan Sang Pemelihara kita semua adalah batu pondasi dimana bangunan persatuan dan persaudaraan universal dapat dan harus dibangun.

Kenabian Universal

Harus diingat bahwa sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw, semua nabi, rasul dan reformer dikirim hanya untuk bangsa-bangsa tertentu saja dan bersifat terbatas pada daerah-daerah tertentu. Tak satupun dari antara mereka yang membuat klaim universal. Inilah perbedaan Nabi Muhammad saw, pesan beliau tidak terbatas hanya untuk kaum Quraisy atau Mekkah dan orang Arab saja, tetapi ditujukan kepada seluruh umat manusia dan seluruh bangsa. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur'an:
Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu sekalian... (Al-Araf: 159)
Dengan demikian beliau mengundang kepada semua bangsa di dunia untuk berada dalam satu sumber, sehingga akan menjadi awal bagi kesatuan dalam pikiran dan tindakan mereka.

Kebebasan Berkeyakinan

Kebebasan hati nurani adalah hak asasi setiap manusia. Dalam era komtemporer ini, setelah usaha bertahun-tahun, PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Pada bagian ke 18, kebebasan pikiran, hati nurani dan agama telah diterima sebagai hak dasar manusia. Tapi, sebenarnya pondasi telah diletakkan lebih dari 1400 tahun yang lalu, ketika Nabi Muhammad saw mengajarkan hak individu dan kolektif setiap orang yang berbeda dalam hal pemikiran, pendapat, sikap dan keyakinan. Perbedaan bagaimanapun tidak dapat diterapkan pada orang lain dengan kekerasan, karena hal ini bertentangan dengan kebebasan hati nurani dan dapat menumpahkan darah manusia.

Al-Qur'an telah menyatakan dengan tegas.
Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya jalan benar itu nyata bedanya dari kesesatan.. (Albaqarah: 256)
Ajaran ini adalah bukti kebebasan berkeyakinan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.

Kesetaraan Untuk semua Manusia

Faktor yang merusak persatuan bangsa adalah karena tidak adanya kesetaraan diantara mereka. Nabi Muhammad saw memainkan peran utama dalam menghapus perbedaan ras, suku dan kasta yang terdapat diantara orang-orang pada waktu itu, dan dipersembahkan kepada dunia sebuah piagam kesetaraan yang tiada banding. Beliau memberi bentuk piagam ini dalam bentuk perintah Al-Qur'an sebagai berikut:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan; dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurat: 13)
Prinsip kesetaraan Al-Qur'an ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw pada kesempatan Khutbah terakhir. Khutbah tersebut dapat diringkas dalam kata-kata berikut:

Kalian adalah bersaudara. Semua orang adalah sama menurut Islam. Arab tidak memiliki keunggulan diatas orang Non-Arab, begitupun non Arab diatas orang Arab. Seorang pria kulit putih tidak ada keunggulan diatas pria kulit hitam, atau dalam hal ini seorang pria kulit hitam tidak ada kelebihan diatas pria kulit putih, tetapi yang membedakan hanyalah orang-orang yang memperlihatkan kebenaran dan usaha untuk mencapainya. Menurut Islam, tidak ada perbedaan dalam mendapatkan pahala berdasarkan warna kulit atau keturunan.

Menegakkan Keadilan

Pembentukan perdamaian memerlukan penerapaan keadilan dan kejujuran, jika penerapannya buruk maka hal itu dapat menghancurkan bangsa dan konsekuensi yang mengerikan. Oleh sebab itu Nabi Muhammad saw menekankan bahwa semua orang, terlepas dari status mereka, harus diperlakukan dengan keadilan sejati. Ajaran Al-Qur'an sangat jelas menerangkan tentang hal ini:
Sesungguhnya Allah swt. menyuruh berlaku adil dan berbuat kebaikan dan memberi kepada kaum kerabat ; dan melarang dari perbuatan keji, dan hal yang tidak disenangi, dan memberontak.  Dia memberi kamu nasihat supaya kamu mengambil pelajaran. (An-Nahl: 90)
Dan standar keadilan yang diperlukan adalah:
Hai orang-orang yang beriman,  hendaklah kamu berdiri teguh karena Allah, menjadi saksi dengan adil; dan janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah swt. Sesungguhnya, Allah swt.  Maha Mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan. (Almaidah: 8)
Nabi Muhammad saw diriwayatkan telah bersabda bahwa negara-bangsa-bangsa terdahulu telah dihancurkan karena mereka menghukum masyarakat lemah dan membiarkan orang-orang yang berada pada status sosial yang lebih tinggi.

Menghormati Pendiri Semua Agama

Untuk menciptakan persatuan diantara bangsa-bangsa di dunia, Nabi Muhammad saw telah memberikan kita aturan emas untuk menghormati dan menghargai para Pendiri atau tokoh suci dari berbagai agama. Jika kita tidak mengikuti aturan emas ini, maka hal itu akan berpotensi menciptakan saling permusuhan dan perselisihan, yang akan merusakan kedamaian masyarakat dan menciptakan pertumpahan darah.

Nabi Muhammad saw menyampaikan ajaran Al-Qur'an ini untuk mengakhiri permusuhan:
...dan bagi setiap kaum ada seorang pemberi petunjuk. (Ar-Ra'd: 7)
... Dan tiada suatu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang pemberi ingat. (Al-Fathir:25)
Karena semua utusan Tuhan diutus dengan oleh Tuhan yang sama, maka tugas kita adalah menghormati mereka dalam ukuran yang sama. Jadi jika kita benar-benar yakin kepada Nabi Muhammad saw maka kita akan menghargai pendiri agama lain sebagai bagian dari keimanan kita.

Di masa hidup Nabi Muhammad saw seorang Yahudi dan orang Arab bertengkar tentang keunggulan masing-masing nabi mereka. Orang Yahudi tersebut merasa sakit hati dengan cara Muslim tersebut menyampaikan klaimnya. Ketika orang Yahudi itu mengeluhkan perihal tersebut kepada Nabi Muhammad saw, beliau memperingatkan perilaku Muslim tersebut dengan bersabda: 'Jangan meninggikan aku diatas Musa". Inilah standar toleransi yang tingga dan kesopanan Nabi Muhammad saw yang harus kita miliki.

Nabi Muhammad saw tidak hanya mewariskan kepada kita ajaran dalam menghormati pendiri agama lain dan nabi-nabi, tetapi juga mengajarkan kita supaya tidak menjelek-jelekkan keyakinan dan prinsip-prinsip mereka:
Dan, janganlah kalian memaki apa yang diseru mereka selain Allah swt., maka mereka memaki Allah swt. karena rasa permusuhan, tanpa ilmu... (Al-An'am: 109)
Terdapat persitiwa terkenal tentang toleransi yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad saw dalam hidupnya. Beliau mengizinkan delegasi Kristen Najran untuk melakukan ibadah mereka di masjid Madinah. Sejarah dunia belum menghasilkan contoh seperti dalam menghomati dan toleran terhadap keyakinan orang lain.

Menentang Kekejaman terhadap Hewan

Nabi Muhammad saw memperingatkan perlakuan kejam terhadap hewan dan memerintahkan bahwa hewan diperlakukan dengan baik, karena mereka juga adalah ciptaan Tuhan. 'Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan:
"Ketika kami dalam suatu perjalanan bersama dengan Nabi (saw) kami melihat dua merpati kecil di dalam sarang dan kami menangkap mereka. Burung itu masih sangat kecil. Ketika induk burung kembali ke sarang, ia tidak menemukan anak-anaknya yang masih kecil di dalamnya, ia mulai terbang berputar-putar. Nabi Muhammad saw tiba di tempat ia melihat burung merpati itu, beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian telah menangkap anaknya, ia harus segera mengembalikannya untuk menenangkannya. (Abu Dawud)
Pada suatu kesempatan, Nabi Muhammad saw melihat seseorang yang memberikan cap dengan besi panas pada pada wajah keledai. Ketika ditanya mengapa ia melakukan hal itu, orang tersebut mengatakan kepada Nabi (saw) bahwa hal tersebut adalah praktek yang ia ikuti dari bangsa Romawi untuk menandai binatang. Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa hewan tidak boleh dicap di wajah mereka, itu adalah bagian yang peka dari tubuh. Jika cap diperlukan, maka dilakukan pada paha atau bagian yang kurang sensitif pada tubuh hewan.

Terakhir, tapi tidak kalah penting adalah bagaimana guru universal, Nabi Muhammad saw merevolusi cara dunia dalam memandang kaum perempuan.

Hak-Hak Perempuan

Sebelum kedatangan Nabi Muhammad Al-Mustofa saw, status perempuan begitu menyedihkan. Melalui ajaran Nabi (saw) status perempuan telah terangkat ke tempat yang sangat terhormat di dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh Nabi (saw), seperti yang kita baca dalam Al-Qur'an:

Dan perempuan-perempuan mempunyai hak yang sama dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf...(Al-Baqarah: 228)
...dan perlakukanlah mereka secara baik-baik.. (An-Nisa: 19)
Di dalam hadits Bukhari, terdapat sabda Nabi (saw) spesifik menyatakan bahwa orang yang memperlakukan istrinya dengan cara yang baik sangat dekat dengan Tuhannya. Di dalam masyarakat, Nabi Muhammad saw memberikan hal yang sama terhadap perempuan sebagaimana laki-laki, dengan tetap memperhatikan masing-masing karakteristik yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka. Islam adalah agama yang pertama yang memberikan kepada wanita hak dalam warisan. Dalam hal warisan wanita menerima bagian tertentu dari harta keluarganya. Wanita adalah pemilik penuh akan kekayaan dan hasil tabungannya, dan bebas untuk mempergunakan hartanya atau uang sesuai dengan keinginannya. Dan tentu saja, dalam kerohanian, laki-laki dan perempuan dinyatakan memiliki status yang sama, sebagaimana diatur di dalam Al-Qur'an:
Maka Tuhan mereka telah mengabulkan doa mereka, “Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amalan orang yang beramal dari antaramu baik laki-laki maupun perempuan. Sebagian kamu adalah dari sebagian lain... (Ali Imran: 195)
Nabi Muhammad saw sangat sensitif dengan perasaan perempuan dimana suatu ketika saat melakukan shalat berjamaah, beliau mendengar seorang anak menangis dan beliau menyelesaikan shalat dengan cepat. Setelah itu beliau menjelaskan bahwa setelah mendegar tangisan anak, ia berpikir bahwa ibu dari anak itu sedang dalam masalah; sehingga ia menyelesaikan shalat sehingga ia bisa meraih anaknya.

Beliau saw selalu menyarankan orang-orang yang melakukan perjalanan sebisa mungkin pulang dengan segera sehinggi istri dan anak-anak mereka tidak merasakan beban perpisahan  yang terlalu lama. Beliau saw memberikan penekanan yang besar pada kebaikan terhadap perempuan, dan sering mengatakan bahwa jika seorang ayah mendidik anak perempuannya dengan penuh perawatan dan membesarkan mereka, Allah akan menyelamatkan mereka dari api neraka. Beliau bersabda:
"Wanita telah diciptakan dari tulang rusuk dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah paling atas. Jika kalian mencoba untuk meluruskannya kalian akan mematahkannya dan jika kalian membiarkannya ia akan tetap bengkok. Jadi perlakukanlah wanita dengan baik. (Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Penutup

Kepribadian, karakter, tindakan dan ucapan Nabi Muhammad saw sedemikian rupa tingginya sehingga jika semua itu diadopsi oleh dunia yang beradab dengan sungguh-sungguh, maka dunia ini akan menjadi tempat yang damai dan segala permasalahan yang kompleks dapat diselesaikan dengan mudah. Seorang penulis besar, George Bernard Shaw mengatakan:
Dia harus dipanggil sebagai juru selamat kemanusiaan. Saya yakin, jika orang seperti beliau diasumsikan memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia.
Apa penghargaan dari kita semua kepada Nabi Muhammad saw? Nabi Muhammad saw adalah sosok ideal untuk dicontoh dan semua kebijaksanaan Al-Qur'an tecermin di dalam perbuatan dan ucapan Nabi sehingga kita harus berupaya untuk mengikutinya.

Dr. Ijaz Ahmad Qomar - Canada
Terjemah: Jusman

Kejujuran, Bukti Kebenaran Nabi Muhammad Rasulullah SAW

0
Bukti Kebenaran Nabi Muhammad Rasulullah SAW - Rasulullah saw memiliki tingkat derajat kekuatan rohani dan kesempurnaan batin serta akhlak yang sempurna (QS 68:4), sehingga tidak heran kalau beliau dijadikan sebagai teladan bagi umat manusia. (QS 33:21). Segala nilai akhlak tinggi berpadu pada pribadi beliau dalam suatu keseluruhan yang sempurna lagi serasi. Siti ‘Aisyah r.a., istri Rasulullah saw. yang sangat berbakat, ketika pada sekali peristiwa diminta menerangkan peri keadaan Rasulullah saw.,, “Beliau memiliki segala keagungan akhlak yang disebut dalam Al-Qur'an sebagai ciri-ciri istimewa seorang abdi Allah yang sejati” (Bukhari).
Kejujuran, Bukti Kebenaran Nabi Muhammad Rasulullah SAW
(Kejujuran, Bukti Kebenaran Nabi Muhammad Rasulullah SAW)
Salah satu hal penting dari akhlak Nabi Muhammad saw adalah kejujuran. Kejujuran adalah satu barometer untuk menilai kebenaran risalah kenabian para utusan Allah. Yaitu sosok yang terkenal jujur yang mana para musuh para nabipun mengakuinya - maka tidak mungkin ia tiba-tiba membawa kebohongan yang mengatasnamakan Tuhan. Hal itulah yang disinggung di dalam Al-Qur’an berkaitan dengan Rasulullah saw: 
Katakanlah: "Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepada kalian dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepada kalian. Sesungguhnya aku telah tinggal bersama kalian beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kalian tidak memikirkannya?" (QS 10:17).
Dengan kata lain Rasulullah saw hendak mengatakan Saya bukanlah orang yang berdusta dan mengada-ada. Lihatlah, saya selama 40 tahun sebelumnya tinggal di antara kalian. Apakah kalian telah membuktikan kedustaan saya atau saya sebagai orang yang mengada-ada? Jika tidak seharusnya kalian berpikir dan timbul pemahaman bahwa seorang yang sampai hari ini tidak pernah berdusta dalam corak apapun dan sekecil apapun, maka bagaimana mungkin tiba-tiba pada hari ini ia berdusta atas nama Tuhan?" 

Pengakuan akan Kejujuran Rasulullah SAW


Kejujuran Rasulullah saw sendiri telah diakui tidak saja oleh orang terdekat beliau tetapi oleh para musuh beliau sendiri. 

Kejujuran Rasulullah SAW di Masa Muda


Di masa muda, jauh sebelum pendakwaan beliau sebagai nabi, para pemuka Arab telah  mengakui kejujuran Rasulullah saw dan menyebutnya sebagai al-amin.  Hal itu dapat kita jumpai dalam peristiwa pemugaran Ka’bah, suku-suku berselisih tentang siapa yang paling berhak memindahkan Hajar Aswad, sampai akhirnya diambil kesimpulan bahwa siapa yang datang paling pertama kesokan harinya maka apapun keputusannya, itulah yang akan diterima. Keesokan harinya ternyata yang datang pertama kali adalah Nabi Muhammad saw. Maka mereka yang melihat Rasulullah saw yang datang pertama, mereka langsung mengatakan: – haa dzal amiin (ini adalah orang yang jujur), kita senang karena orangnya adalah Muhammad (saw.)". Tetapi dalam pelaksanaannya Nabi Muhammad  saw tidak egois melainkan beliau menyuruh untuk membawa sehelai kain, yang mana setiap pemuka suku masing-masing memegang setiap sudut kain dan mengangkat Hajar Aswad secara bersama-sama. (Assiratunnabawiyyah li ibni Hisyam isyaaratu abi umayyata bitahkiimi awwali daakhilin fakaana Rasulullah saw. ) 

Kesaksian Siti Khadijah r.a.

Kemudian perhatikanlah akhlak Nabi muhammad Rasulullah saw di masa muda yang beliau jalani. Setelah  Khadijah r.a mendengar perihal kebenaran tutur kata, kejujuran dan keluhuran budi pekerti beliau (saw) maka beliau (r.a.) mempercayakan kepada Nabi Muhammad saw untuk berniaga dengan menyerahkan hartanya kepada beliau saw. Dalam perjalanan itu Maisarah, pembantu Siti Khadijah r.a., juga ikut bersama beliau saw. Pada saat kembalinya, Maisarah menceriterakan ihwal perjalanan beliau saw. Setelah mendengar kisah perjalanan itu Khadijah sangat terkesan dengan kisah perjalanan itu. Maka kemudian beliau menyuruh mengirim pinangan kepada Rasulullah saw. Beliau terkesan karena beliau (saw.) sangat memperhatikan ikatan tali kekerabatan, terpandang di masyarakat, seorang yang jujur dan memiliki budi pekerti yang luhur serta senantiasa berkata benar. (Assiratunnabawiyyah liibni Hisyam hlm. 149.) 

Kesaksian Istri Rasulullah SAW


Istri-istri merupakan pemegang rahasia baik buruknya perilaku suami, merekalah yang dapat memberikan kesaksian akan kondisi rumah tangga dan urusan-urusan sehari-hari; kesaksian mereka itulah yang bisa dipegang dan memiliki nilai bobot yang dapat dijadikan standar. Begitu juga yang tertera dalam sebuah riwayat Ummul mu'minin, Aisyah ra dalam meriwayatkan tentang turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah saw. Menyebutkan bahwa Rasulullah saw. Menumpahkan kerisauan beliau kepada Ummulmu'minin  Khadijah r.a. saat turunnya wahyu pertama. Maka seraya menghibur kepada beliau Khadijah r.a. berkata kepada beliau: "Tidaklah seperti apa yang Tuan Pikirkan. Selamat sejahtera atas Tuan. Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakan Tuan. Tuan menyambung tali ikatan silaturrahmi dan senantiasa berkata benar dan berperilaku dan berbudi pekerti baik. (kitabutta'biir awwalu bab maa bada'a bihi Rasulullaah saw minal wahyi arru'ya shaalihah. ) 

Kesaksian Abu Bakar Shiddiq r.a.


Kemudian perhatikanlah kesaksian sahabat beliau. Sahabat yang dari sejak kecil bermain bersama-sama, tumbuh remaja hingga dewasa, yakni Abu Bakar r.a.. Sahabat ini dalam setiap keadaan senantiasa membenarkan beliau dan hanya melihat dan mendengar beliau saw. sebagai seorang yang senantiasa menekankan akan kebenaran. Oleh karena itu di dalam benak beliau sama sekali tidak dapat terbayangkan bahwa Rasulullah dapat mengucapkan kata-kata dusta.

Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat bahwa Abu Bakar r.a ketika mendengar pendakwaan beliau sebagai nabi maka kendati berbagai penjelasan telah diberikan oleh Rasulullah saw., beliau r.a. tidak meminta argumentasi; sebab sepanjang hidup beliau r.a. inilah yang beliau saksikan bahwa beliau saw. senantiasa berkata jujur. Beliau hanya bertanya kepada Rasululah saw. bahwa apakah benar beliau saw. telah mendakwakan diri sebagai nabi? Maka Rasulullah ingin terlebih dulu memberikan penjelasan, tetapi dalam setiap kali ingin memberikan keterangan, inilah yang beliau tanyakan bahwa "Berilah jawaban kepada saya ya atau tidak". Atas jawaban ya yang Rasulullah saw berikan, beliau mengatakan: 

"Di hadapan saya terbentang seluruh kehidupan Tuan di masa lalu. Oleh karena itu bagaimana saya bisa dapat mengatakan bahwa seorang hamba Allah yang senantiasa berkata benar tiba-tiba menjadi orang yang berdusta kepada Tuhan?" (Dalaailunnubuwwah lil Baihaqi jilid 2 hlm. 164 darul kutub alilmiyyah Bairut)

Kesaksian Pihak Lawan

Kejujuran Rasulullah saw diakui juga oleh musuh-musuh beliau sendiri, tetapi tidak seperti halnya Abu Bakar Siddiq yang menerima beliau dengan suatu pemikiran yang dilandasi hati yang bersih – yaitu seseorang yang selalu berkata benar maka tidak mungkin dia tiba-tiba berdusta untuk hal yang sangat besar yaitu berdusta atas nama Tuhan -  para musuh Rasulullah saw kendati di satu sisi mengakui kejujuran dan kelurusan Rasulullah saw tetapi mereka tidak bisa menangkap rahasia dibalik pengakuan kejujuran dari mereka tersebut.

Satu contohnya adalah ketika terjadi usaha stigmatisasi pada diri Nabi Muhammad saw. Para pemuka Quraisy berkumpul yang di dalamnya terdapat Abu Jahal dan musuh yang paling besar beliau Al-Akhdhar bin Haris. Salah seorang berkata bahwa hendaknya Rasulullah (saw) dianggap sebagai tukang sihir atau beliau dinyatakan sebagai seorang yang pendusta, maka Nadhar bin haris berdiri lalu berkata, 

"Hai kelompok Quraisy! Kalian terperangkap dalam suatu masalah yang untuk menghadapinya tidak ada cara yang kalian dapat tempuh. Muhammad (saw) di antara kalian adalah seorang pemuda yang kalian paling cintai, merupakan pemuda yang paling benar dalam ucapan. Di antara kalian merupakan orang yang paling jujur. Kini kalian telah melihat tanda-tanda umur di keningnya dan amanat yang dibawanya dan kalian mengatakan bahwa itu adalah sihir? Di dalam dirinya tidak ada bau-bau sihir. Kamipun telah melihat tukang tenung. Kalian mengatakan bahwa dia adalah seorang theosopi (yang berbicara dengan jin/kahin), kamipun telah melihat theosopi (tukang jin/kahin). Dia sama sekali bukanlah ahli teosopi (kahin). Kalian mengatakan bahwa dia adalah seorang penyair. Dia sama sekali bukanlah seorang penyair. Kalian mengatakan bahwa dia adalah orang gila, tetapi di dalam dirinya sama sekali tidak ada tanda-tanda orang gila. Hai kelompok Quraisy, renungkanlah, kalian tengah berhadapan dengan suatu masalah yang besar". (Assiratunnabawiyyah li-ibni Hisyam hlm. 224. ) 

Kesaksian Abu Jahal

Kemudian satu kesaksian lain yaitu kesaksian musuh beliau, Abu Jahal. Ali r.a meriwayatkan bahwa Abu Jahal berkata kepada Nabi saw, 
"Kami tidak mengatakan engkau dusta. Namun, kami menganggap dusta ajaran yang engkau bawa".
Apabila hati sudah tertutup, jika akal seseorang tidak bekerja lagi maka baru seperti itulah yang dia akan katakan. Oleh karena itulah Allah berfirman, "Cobalah gunakan sedikit akal kalian, apakah seorang yang benar dapat mengajarkan ajaran yang dusta? Orang yang benar tentu yang pertama dilakukannya adalah berdiri melawan ajaran yang tidak benar." 

Kesaksian Abu Sufyan

Ibni Abbas r.a meriwayatkan bahwa Abu Sufyan bin Harb memberitahukan kepada beliau bahwa "Pada saat saya pergi ke Syam bersama kafilah para pedagang, Raja Romawi Heraklius memanggil kafilah kami supaya dia bisa menanyakan beberapa pertanyaan berkenaan dengan Rasulullah saw. Abu Sufyan memberikan keterangan mengenai pembicaraan beliau di istana Raja Roma kepada Heraklius bahwa "Dia (Heraklius) menanyakan kepada saya beberapa pertanyaan. Salah satu diantara pertanyaan itu adalah bahwa: Apakah sebelum pendakwaannya kalian telah menuduh dia berkata dusta? 

Sebagai jawaban kepadanya saya mengatakan bahwa kami tidak pernah menuduhnya berdusta. Maka Heraklius berkata bahwa ketika kamu memberikan jawaban dalam bentuk negative (kata tidak), maka saya dapat memahami dalam keadaan seperti itu tidak pernah terjadi bahwa seseorang yang tidak pernah berdusta kepada siapapun tetapi tetapi kepada Tuhan dia berdusta".

Heraklius bertanya, "maa dzaa ya'murukum - apa yang Muhammad perintahkan kepada kalian?" Abu Sofyan menjawab, "Dia memerintahkan kepada kami, sembahlah Allah yang merupakan sembahan yang benar dan Tuhan Yang Esa dan janganlah menyekutukan-Nya dengan apapun dan tinggalkanlah apa yang nenek-moyang kalian katakan. Dan dia memerintahkan kepada kami untuk melakukan shalat, senantiasa berkata benar, menjadi orang yang suci bersih dan memperhatikan ikatan tali silaturrahmi". Maka selanjutnya Heraklius mengatakan bahwa "Apa yang engkau katakan jika itu benar maka tidak lama lagi dialah yang akan menjadi pemilik dimana tempat kaki saya berpijak sekarang ini". (Bukhari kitab badul wahyi nomor 7. ) 

Kehebatan Ru'ub (Kharisma) Rasulullah saw.

Kendati tidak beriman, terdapat pengaruh wibawa kebenaran beliau saw, yang menggetarkan hati para penentang. Dan mereka senantiasa dalam keresahan bahwa seandainya perkataan dan ajaran yang dibawa oleh Muhammad (saw) benar maka apa yang akan terjadi dengan mereka. 

Berkenaan dengan ini terdapat sebuah riwayat dimana pada suatu kali orang-orang Quraisy mengirimkan Utbah seorang pemuka Quraisy sebagai delegasi Quraisy untuk menghadap Rasulullah saw.. Dia berkata, 

"Kenapa engkau mencela sembahan kami, dan mengapa mengatakan nenek moyang kami sesat? Apapun keinginan Anda akan kami penuhi dengan syarat berhentilah engkau dari hal-hal tersebut". Rasulullah saw. mendengarkan semua perkataannya dengan tenang dan sabar. Ketika dia telah mengatakan semuanya, maka Rasulullah saw. membaca beberapa ayat surah -- Haa miim Fushshilat. Ketika beliau sampai kepada ayat bahwa "Aku memperingatkan kalian dengan azab kaum 'Ad dan kaum Tsamud", maka Utbah mencegah beliau, supaya berhenti dan dengan rasa ketakutan dia segera bangkit dan pergi. 

Sesampainya kepada orang Quraisy ia berkata, “Apakah kalian mengetahui bahwa Muhammad saw. apabila dia mengatakan sesuatu maka dia tidak pernah berdusta. Saya khawatir jangan-jangan akan turun azab kepada kalian yang dia peringatkan kepada kalian.” Semua para pemuka itu setelah mendengar ini menjadi terdiam. (Assiratul halbiyyah dari Allamah Burhanuddin jilid I hlm. 303 cetakan Bairut. ) 

Kesaksian Para Pemuka Qurays

Kemudian kesaksian akan kebenaran beliau tidak hanya keluar dari orang perorag saja bahkan semua kaum memberikan kesaksian akan kebenaran ucapan beliau. Ketika perintah wa andzir ‘asyiira takalaqrabiin–" Dan berilah kepada kerabat-kerabat engkau yang terdekat, apa yang Allah telah turunkan kepada engkau". Maka Rasulullah saw. naik ke bukit Safa dan dengan suara lantang beliau memanggil nama-nama semua kabilah Quraisy. Ketika semua orang berkumpul maka beliau bersabda bahwa, 

"Hai Quraisy! Jika saya memberitahukan kepada kalian bahwa di belakang gunung itu ada lasykar yang bersembunyi yang tidak lama lagi akan melakukan penyerangan terhadap kalian, apakah kalian akan meyakini kata-kata saya?"

Padahal ketinggian bukit tersebut tidak dapat memungkin untuk dijadikan sebagai tempat persembunyian, tetapi oleh sebab mereka mengetahui bahwa Muhammad (saw) tidak pernah berdusta, semua dengan suara bulat mengatakan ya, kami pasti akan mempercayainya, sebab kami senantiasa mendapatkan engkau sebagai orang yang selalu berkata benar.

Maka beliau saw kemudian bersabda lagi, "Kalau begitu dengarlah, saya memberitahukan kepada kalian bahwa lasykar azab Tuhan telah sampai kepada kalian, berimanlah kepada Tuhan dan hindarilah diri kalian dari azab Ilahi". (Sirat Khatamunnabiyyin Pengarang Hadhrat Mirza Basyir Ahmad MA hlm. 128. ) 

Kali ini setelah mendengar kata-kata ini orang-orang Quraisy meninggalkan tempat itu dan mereka mulai mengolok-olok dan mentertawakan ajaran beliau. Tetapi satu hal yang pasti mereka sama sekali tidak mengatakan bahwa beliau pendusta. Jika ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka maka itu adalah bahwa beliau senantiasa berkata benar dan sungguh beliau senantiasa berkata benar. Standar dan mutu kebenaran beliau sedemikian tinggi, jelas dan terang sehinga tidak mungkin timbul masalah bahwa ada yang bisa menuduh beliau berdusta, kendati secara isyarah sekalipun. 

Setelah membaca sebagian dari kesaksian-kesaksian diatas siapa yang bisa mengatakan bahwa beliau bukanlah seorang yang berkata benar dan bukan seorang Nabi Allah. Tidak ada yang dapat mengatakan hal seperti itu ini, kecuali yang hati, telinga, dan matanya telah dicap dan telah ditutupi tirai, tidak ada lagi yang dapat mengatakan hal seperti itu. Dan Rasulullah saw. sendirilah yang menzahirkan kebenaran dan kejujuran itu dan tidak hanya menyebarkan bahkan di dalam hati orang yang mengimani beliaupun beliau ciptakan di dalam hati mereka pun beliau penuhi dengan sepenuh-penuhnya. 

Dan dengan mengatakan kebenaran dan dengan mengimani kebenaran itulah banyak sekali orang-orang di masa-masa awal siap untuk menemui ajalnya. Tetapi mereka mengatakan yang benar itu benar. Sebagaimana saya telah katakan bahwa suatu ajaran yang tinggi dan untuk memeriksa karakter orang yang membawanya sangat perlu melihat juga standar kebenaran dalam kehidupan orang itu. Dan standar ini yang paling besar kita dapat lihat adalah di dalam kehidupan Rasulullah saw..

Standar kebenaran beliau di masa kanak-kanak dan ketika telah dewasa sangat tinggi sekali, yang mengenainya kita telah melihat kesaksiannya dalam berbagai kesempatan. Musuhpun kendati tidak yakin terhadap ajaran beliau dan tidak yakin kepada Tuhan namun setelah mendengar peringatan dari pihak beliau, setelah mendengar sesuatu yang memperingatkan maka mereka menjadi ketakutan. Semoga kejujuran itu juga menjadi standar kita dalam semua bidang kehidupan. Aamiin. 

Sumber: Khutbah Jumat Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifah Islam dan Pemimpin  Jemaat Ahmadiyah seluruh dunia.  Tanggal 2 Muharram 1426 H di Masjid Baitul-Futuh, Morden, London, Inggris 
Terjemah Mln. Komaruddin Syahid 
Disadur oleh: Jusman

Bilal Bin Rabah Simbol Kesetaraan Sosial Islam

0
Bilal Bin Rabah Simbol Kesetaraan Sosial Islam - Bilal Bin Rabah ra adalah salah satu nama yang paling terkenal dalam sejarah Islam. Seorang budak Negro dari Habsyah (Ethiopia), Bilal merupakan bukti nyata dari penghormatan Islam terhadap kesetaraan sosial, anti rasisme dan keadilan sosial.
Bilal Bin Rabah Simbol Kesetaraan Sosial Islam
(Bilal Bin Rabah Simbol Kesetaraan Sosial Islam)
Lahir pada 680 Masehi di Mekkah, bersama orang tuanya - Rabah dan Hamamah - Bilal juga menjadi budak dari Umayyah bin Khalaf, seorang musuh Islam.

Ketika Umayyah mendengar bahwa Bilal masuk Islam, ia menyiksanya dan memaksanya untuk melepaskan keimanan barunya. Tetapi dengan penuh kecintaan kepada Nabi Muhammad saw dan Islam, Bilal tetap teguh dalam keimanannya. Meskipun ia disiksa dengan kejam ia terus mengatakan "Ahad, Ahad." (Allah itu satu, Allah itu satu)

Ketika Nabi Muhammad saw mengetahui tentang penganiayaan yang dialami Bilal, ia mengutus Abu Bakar ra, yang menebusnya dari sang penindas dan membebaskannya dari perbudakan. Kebebasan ini adalah hadiah pertama Islam kepada Bilal. Khalifah Kedua Umar Bin Khattab menghormati Bilal dengan menyebutnya sebagai Sayyidina (pemimpin kami).

Bilal menjadi salah seorang sahabat yang paling dipercaya dan setia kepada Nabi Muhammad saw. Beliau termasuk orang yang pertama masuk Islam. Bilal ikut hijrah bersama Nabi Muhammad saw ke Madinah dan ikut dalam pertempuran-pertempuran besar termasuk perang Badar, Uhud, Khandaq dll. Saat Perang Badar, ia berhashil membunuh musuh Islam dan orang yang telah memperbudak dan menindasnya - Umayyah.

Nabi Muhammad saw adalah orang pertama yang menyatakan kesetaraan diantara manusia dalam sejarah dunia 1400 tahun yang lalu. Dihadapan lebih dari 120.000 sahabat saat haji, beliau menyatakan:

"Wahai para manusia, ingatlah sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan bapak kalian itu satu. Ingatlah, tidak ada keunggulan orang Arab atas orang ajam/asing, dan tidak bagi orang ajam atas orang Arab, tidak bagi orang kulit putih atas kulit hitam, dan tidak bagi orang kulit hitam atas kulit putih kecuali taqwa."

Nabi memilih Bilal menjadi salah satu sahabat yang mulia. Munculnya Bilal sebagai seorang yang menonjol dalam sejarah Islam adalah bukti pentingnya pluralisme dan kesetaraan ras dan sosial dalam Islam.

Saat Abdullah bin Ziyad menceritakan bahwa ia telah bermimpi diajari metode dan kalimat Azan, Nabi Muhammad saw menyukainya dan menunjuk Bilal sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan di Madinah dengan bacaan tersebut. Ketika Umar ra mendengar azan, ia bergegas mendatangi Nabi Muhammad saw dan mengatakan kepada beliau bahwa ia juga bermimpi azan dengan bacaan yang sama. Dengan demikian azan dikumandangkan pertama kali oleh Bilal. Nabi saw menunjuknya sebagai Muazzin Rasul.

Karena Bilal merupakan orang Afrika pertama yang memeluk Islam, umat Islam Afrika masih merasa bangga dengan kehormatan yang diberikan kepada orang Afrika tersebut.

Kehormatan besar lainnya bagi Bilal adalah setelah Fatah Mekkah pada 8 Hijriah. Ketika kota Mekkah menyerah dan semua orang baik Muslim dan non Muslim berkumpul di suatu halaman, Nabi saw meminta Bilal untuk menaiki atap Ka'bah dan mengumandangkan azan dari atasnya. Ini adalah azan pertama yang dikumandangkan di Mekkah al-Mukarromah.

Begitulah pengabdian Bilal di dalam Islam dan pencapaian kerohanian yang ia dapatkan.

Suatu kali Nabi Muhammad saw bersabda:
"Wahai Bilal, perbuatan khusus apa yang telah engkau lakukan sehingga saya mendengar suara langkahmu berjalan di depanku di Surga." Bilal menjawab, "Setiap kali saya berwudhu, saya melaksanakan shalat dua rakaat sebagai Tahiyyatul Wudhu."
Bilal merupakan seorang Ashabssuffah. Istilah Ashabussuffah adalah sebutan kepada para sahabat yang tinggal di beranda, disamping masjid Nabi saw di Madinah setelah hijrah dan mempelajari ilmu-ilmu agama disana.

Sejak Bilal mendapatkan kehormatan menjadi salah satu Suffa, ia mengumpulkan banyak hadists Nabi saw. Sekitar 20 ulama merupakan bagian dari Ashabussuffa, diantaranya Usamah bin Zaid, Bara Bin Azib dan Abdullah bin Umar.

Ketika Raja Najasyi dari Habsyah mengirim tiga tombak sebagai hadiah kepada Nabi Muhammad saw, Nabi saw memberikannya kepada Umar, Ali, dan Bilal yang menggunakan tombak untuk membenarkan arah shalat.

Kisah Bilal Bin Rabah di Syiria

Makam Bilal Bin Rabah
(Makam Bilal Bin Rabah)
Setelah Nabi Muhammad saw wafat, Bilal merasa sulit untuk menghabiskan waktu di Madinah tanpa Nabi tercinta (saw). Dia meminta kepada Khalifah Abu Bakar untuk membiarkannya pergi ke Syiria untuk berjihad. Dan disana ia menghabiskan sisa waktu hidupnya. Ia mengumandangkan azan hanya dua kali setelah itu. Yang pertama adalah ketika Khalifah Umar bin Khattab datang ke Syiria dan kedua kalinya ketika ia mengunjungi makam Nabi Muhammad saw di Madinah. Setelah mendengar suara azannya orang-orang menangis, karena mengingat masa-masa kehidupan Nabi Muhammad saw.

Bilal meninggalkan Madinah untuk pergi ke Syiria (kemudian Syam) dan tinggal disana. Ketika Khalifah Umar mengunjungi Baitul Maqdis (Yerusalem), ia meminta Bilal untuk mengumandangkan azan. Dan ketika ia mengumandangkan Azan, para sahabat menangis tersedu-sedu teringat masa lalu. Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar menangis yang mana ia belum pernah menangis seperti itu sebelumnya.

Ketika Bilal berada di Syiria, ia melihat dalam mimpi Nabi Muhammad saw berkata kepadanya "Wahai Bilal, mengapa engkau tidak mengunjungiku". Ia kemudian langsung bergegas ke Madinah dan menyampaikan shalawat dan salam di makam Nabi saw sambil menangis dan menempelkan wajahnya ke makam Rasul.

Ketika ia melihat Hassan dan Husain, cucu Nabi saw, ia langsung merangkul mereka. Atas permintaan mereka, Bilal mengumandangkan azan dengan suara gemetar dan berlinangan air mata. Mendengar Azannya Bilal, orang-orang berdatangan ke Masjid Nabawi. Ini adalah azan terakhirnya di Madinah.

Bilal menghabiskan hari-hari terakhirnya di Syiria. Beliau wafat pada 18 Hijriah pada usia 64 tahun dan dimakamkan di Bab-al-Sagheer dekat Jama Umavi di Damaskus. Ia melayani Nabi saw selama 25 tahun.

Islam telah mengangkat derajatnya pada tingkat seperti yang Umar bin Khattab memanggilnya sebagai Sayyidina (pemimpin kami).

Di saat-saat pembaringan terakhirnya, istrinya Hind menangis, 'wa hazana' (suatu kesedihan yang besar) dan Bilal menjawab, Wa Tarabaa' (suatu sukacita yang besar); "Besok saya akan berjumpa dengan orang yang saya cintai - Muhammad saw dan para sahabatnya."

Sumber: ARABNEWS.COM
Dikutip dari: The Muslim Times